Teluk Parsia adalah kawasan paling dikenal oleh para penyapu ranjau Amerika karena mereka telah beroperasi di sini sejak tahun 1990-an. Namun perburuan ranjau adalah pekerjaan yang sulit, berbahaya dan memakan waktu.
Mendeteksi ranjau laut di perairan dangkal dan ramai seperti Teluk Parsi adalah pekerjaan sulit. Belum lagi cuaca yang tidak bersahabat bagi para awak kapal maupun perlengkapan yang sensitif. Bahkan jika sebuah ranjau berhasil dideteksi, biasanya tidak bolah diledakkan begitu saja karena berbahaya.
AL Amerika juga sudah lama menjadikan ikan lumba-lumba dan anjing laut sebagai alat pendeteksi dan perusak ranjau laut. Ada tiga jenis lumba-lumba dan anjing laut yang digunakan: Mark 4 Mod 0 (lumba-lumba yang bekerja di laut dangkal), Mark 4 Mod 1 (anjing laut yang bekerja di kedalaman di bawah 500 kaki) dan Mark 6 Mod 1 (lumba-lumba yang dilatih untuk mendeteksi dan menyerang penyelam musuh). Mereka lah satu-satunya aset AL yang mampu mendeteksi ranjau yang terpendam di dasar laut, namun mereka hanya bisa bekerja dalam area yang terbatas.
Pasukan lumba-lumba milik militer AS yang biasa digunakan sebagai penjinak ranjau air telah digunakan sejak tahun 1960, Lumba-lumba hidung botol (Bottlenose dolphin – Tursiops truncatus) memang sejak lama dilatih oleh Angkatan Laut AS untuk mendeteksi ranjau di perairan mereka maupun wilayah lawan. Pasukan mamalia air ini bahkan juga bertugas di Perang Vietnam, Perang Teluk dan juga Perang Irak.
“Dengan kemampuan unik mamalia laut ini, terutama di perairan dangkal, banyak sekali misi penting yang berhasil mereka lakukan dan tak bisa disamai hingga kini oleh teknologi atau peranti keras dalam waktu dekat,” ungkap james Fallin, Juru Bicara Space and Warfare Systems Command Pacific (Spawar) kepada Harian North County Times.
Tugas ini salah satunya adalah untuk mengambil berbagai benda yang tenggelam di dasar lautan dan juga mendeteksi penyelam-penyelam pasukan musuh.
Pencarian ranjau dan bahan peledak anti kapal di Teluk Persia selama ini dilakukan menggunakan helikopter yang menyeret piranti pendeteksi ranjau. Namun bukan hanya mesin yang digunakan dalam pencarian ranjau tersebut, melainkan juga mamalia laut pintar, yakni lumba-lumba.
Lumba-lumba tersebut –seperti K-Dog yang tampak dalam gambar– dilengkapi kamera video kecil yang dipasang pada sirip kanannya. Lewat kamera tersebut, militer AS bisa melihat keadaan perairan Teluk Persia tanpa harus mengirimkan penyelam ke dasarnya. Adapun gambar yang diambil kamera tersebut akan dikirimkan ke sebuah monitor di markas AL.
Pihak militer telah menggunakan binatang-binatang laut sejak tiga dekade dalam berbagai operasinya. Di antara binatang-binatang tersebut terdapat lumba-lumba, paus putih (beluga atauDelphinapterus leucas), pilot whale (Globicephala melaena) dan singa laut (Zalophus califonianus) yang dilatih memberikan peringatan bila ada sabotase dari lawan. Singa-singa laut yang dilepas di Teluk dilatih untuk menampakkan diri di wilayah yang disusupi musuh.
Sedangkan pada tahun 1980-an, enam lumba-lumba AL dikirim ke Bahrain untuk berpatroli di pelabuhan kota itu. Mereka bertugas melindungi kapal-kapal AS dari penyusup dan ranjau, serta mengawal tanker Kuwait melewati perairan berbahaya.
Bila paus beluga dimanfaatkan karena pendengarannya yang hebat hingga kedalaman 300 meter, lumba-lumba yang bisa berkomunikasi dengan sonar, selain dilatih untuk menemukan ranjau juga dipakai untuk penelitian sistem sonar milik AL.
Kemampuan lumba-lumba menemukan ranjau dan melepas tali pengikatnya sehingga ranjau terlihat akan sangat membantu tentara membersihkan perairan dari bahan peledak itu, sehingga kapal-kapal militer dan kapal bantuan kemanusiaan bisa merapat di Umm Qasr dengan aman.
Berbagai Misi
Angkatan laut AS mulai menggunakan mamalia laut sejak awal tahun 1960, saat para ilmuwan mulai menyelidiki bentuk tubuh lumba-lumba untuk memperoleh bentuk torpedo dan kapal selam yang mampu menembus air dengan mulus.
Para peneliti militer kemudian mulai menyadari bahwa kemampuan mamalia laut itu –seperti sonarnya– dapat dimanfaatkan lebih jauh. Sepanjang penelitian tahun 60-an itu lumba-lumba dan singa laut terbukti mampu membawa dan menyampaikan pesan, serta mengerjakan pekerjaan sederhana seperti menemukan benda-benda di dasar laut. Lebih jauh, mereka juga bisa menjalankan misi tanpa harus ditemani di perairan lepas.
Pelabuhan-pelabuhan Amerika Dijaga Lumba-lumba
Lumba-lumba milik militer Amerika Serikat yang dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan ranjau, untuk kesekian kalinya digunakan untuk menjaga keamanan sekitar pelabuhan negara ini.
Situs berita Amerika Serikat, Daily News seperti dikutip Mehr News, Ahad (2/12) melaporkan, sekalipun sebelumnya diberitakan bahwa lumba-lumba terlatih milik militer AS itu akan digantikan oleh robot, namun kenyataannya mereka tetap dipakai untuk keperluan lain. Militer Amerika memelihara sekitar 80 lumba-lumba untuk keperluan deteksi ranjau, dan sejak tahun 2007, 24 lumba-lumba telah diganti dengan robot-robot berbentuk torpedo.
Untuk melatih seekor lumba-lumba diperlukan waktu tujuh tahun, namun pembuatan robot dan reparasinya bisa dilakukan jauh lebih cepat. Sekalipun demikian, militer Amerika tetap memanfaatkan lumba-lumba. Rencananya mereka akan menggunakan lumba-lumba dan singa laut untuk menjaga keamanan pelabuhan. Sebelumnya hewan-hewan itu digunakan militer AS untuk mendeteksi dan mengidentifikasi objek-objek mencurigakan di kedalaman laut.
Satu-satunya kabar gembira dari rencana militer terhadap satwa liar adalah mereka tidak akan lagi menangkap lumba-lumba dari alam liar untuk proyek pelatihan satwa senilai 24 juta dollar AS untuk melakukan tugas berbahaya di medan perang. Ini adalah saat yang tepat untuk memberikan pensiun dan menikmati masa tua pasukan tempur lumba-lumba yang sudah bekerja keras di medan perang selama ini.
Data artikel ini dituliskan dari berbagai sumber di google. cukup dengan mengetik keyword Anjing laut dan lumba lumba pendeteksi ranjau laut militer Amerika.
Baca artikel menarik, unik, aneh dan lainnya di sini
No comments:
Post a Comment